Bedanya Saat Kalah-Catatan Kecil Dari Garuda Muda
Berita Baru, Kolom – Andai leg 1 Timnas Indonesia menang lawan Thailand, mungkin akan muncul spanduk yang bertuliskan: “Lelahmu, lelahku juga.”
Atau “Kemenanganmu adalah kemenangan kita semua,” dan seterusnya-seterusnya, seraya memampang foto diri yang ukurannya lebih besar dari para pemain sepak bola itu sendiri.
Mereka semua tidak ada yang berani mengapresiasi dengan bonus seperti yang dijanjikan oleh para pengusaha atau pejabat publik yang peduli pada putra daerahnya. Bahkan mereka pun kalah oleh selebritas Nikita Mirzani yang menyiapkan 1 milliar rupiah bila Timnas Indonesia juara AFF Suzuki 2020.
Betapa semangatnya para elite, saat akan berlaga, bahkan ada elite partai yang mengajak Nobar (nonton bareng) seraya memajang foto diri plus logo partainya. Tapi kini saat kalah, mereka semua membisu dan tak ada spanduk bertuliskan: “Tangismu, tangisku juga.”
Bagi kami, itu hanya aneknot, karena dukungan kami berbeda dengan mereka yang berbalut kepentingan. Karena kami lebih memandang pada harapan akan perubahan di masa mendatang, setelah lama sepak bola tanah air tak berdaya di kancah international.
Mereka terdiri dari para punggawa muda potensial yang diharapankan akan bersinar 2-3 tahun mendatang, setelah berpeluh keringat untuk berlatih keras ala Korea dari pelatih Shin Tae-yong (STY) yang sangat disiplin.
Kesenangan masa muda mereka sejenak terengut, bahkan jam tidur, bangun dan istirahatnya pun diatur. Pola makan dikontrol ketat, hingga makanan kesukaan apalagi gorengan harus mereka tinggalkan. Semua harus bergizi dan bernutrisi. Kita bebas berceloteh di media sosial, tapi mereka tidak.
Dulu kami bisa mengolok-ngolok Timnas senior bila kalah. Tapi kini kami akan bersama mereka, karena bukan saja mereka masih belia dan sangat minim pengalaman, tapi karena menghargai perjuangan dan totalitas mereka. Di sisi lain, kita harus akui bahwa Thailand memang lebih baik dari semua aspek.
Andai kami bisa memeluk mereka, biarlah mereka menangis di pelukan kami, karena yang kecewa bukan hanya kami, tapi merekalah yang paling merasakan kesedihan dan kekecewaan atas kekalahan ini.
Lalu kami pun akan berbisik :
“Kalian tak dijagokan masuk semi final, tapi kalian mampu lewati. Kalian tak ditargetkan masuk final, tapi kalian lolos ke final. Februari tinggal 2 bulan lagi. Buktikan bila kalian mampu berbuat jauh lebih baik.”
“Karena usia sebagian dari kalian masuk untuk Timnas U-23. Tinggal menambah daya gedornya dari Ronaldo Kwateh dan Bagus Kahfi, selain punggawa muda berbakat lainnya seperti halnya Marselino Ferdinan yang terpilih sebagai 60 pemain muda berbakat dunia.”
“Satu catatan penting lainnya bahwa para pemandu bakat klub-klub dari luar Indonesia tengah memantau talenta kalian. Buktikan di Leg 2 bila kalian pantang menyerah, apapun hasilnya, yang penting kesungguhannya, lalu keluar lapangan dengan kepala tegak.”
Tidak ada yang instan. Untuk menuju yang lebih baik, butuh proses. Karenanya kami respect atas perjuangan garuda muda, dan sang peracik kaya taktik STY. Sampai jumpa di AFF U-23, pada Februari 2022 esok. Jaga optimisme, dan tetap pertahankan STY.
Salam olah raga 🇮🇩
Redaksi: Catatan kecil untuk garuda muda yang telah berjuang di laga Final Piala AFF 2020. Dimuat di Halaman Madridista Tegal. Ditulis oleh Wahyu Sutono.