Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Puisi-puisi Gunawan Maryanto; Mereka. Perkara Lama
Gunawan Maryanto | Kincir

Puisi-puisi Gunawan Maryanto; Mereka. Perkara Lama



BAWASLIU Lombok Tengah

Berita Baru, Puisi – Gunawan Maryanto, Lahir 10 April 1976, dan meninggal dunia pada 6 Oktober 2021 karena serangan jantung.

Gunawan Maryanto adalah seorang aktor, penulis dan sutradara teater.

Selain mengelola Teater Garasi, ia juga menyelenggarakan Indonesia Dramatic Reading Festival (IDRF) bersama Joned Suryatmoko setiap tahun di berbagai kota.

Karya-karyanya berupa puisi, prosa dan kritik sastra dimuat di berbagai media massa Indonesia.

Gunawan Maryanto telah mementaskan karya-karyanya di berbagai negara, pernah menerima hibah seni dari Yayasan Kelola, dan memenangi sejumlah kompetisi.

Tahun 2017, Gunawan Maryanto memenangi penghargaan sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam Usmar Ismail Award melalui film berjudul Istirahatlah Kata-kata dengan memerankan sebagai Widji Thukul.

Tahun 2020, Gunawan Maryanto memenangkan Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik berkat perannya sebagai Siman di film Hiruk-Pikuk si Al-Kisah.

Berikut Puisi-puisi Gunawan Maryanto:


Mereka

Langit oranye di matamu
Bunga-bunga rumput di sweatermu
-tapi tak ada lagu

Harus kunamakan apa,
cinta yang berjatuhan di kaki candi
Kataku kepadamu dengan tangan terentang
laiknya burung terbang

Serakan andesit sakit dan ilalang
Seribu kehilangan demi kehilangan

Mengingat beberapa hal
Melupakan banyak hal
Mencatat rambut ikal
Membuang asal-muasal

Tidak. Tidak. Ini hanya film asal
Tentang sedikit hal yang ingin kekal

Jogjakarta, 2006.

Perkara Lama

1
Sekali lagi aku jatuh cinta pada ranting keringmu
Pada keras dan getasmu
Pada padang pasir yang kaubebat dengan kain
-di tempat terbuka

Masa lalu seperti pemijit buta
mencengkeram bahu

Bau tubuhmu yang tak bersalin kembali dibawa angin
Mengganggu dengan kenyataan lain
: malam, kaki gunung, api unggun, gitar dan lagu-lagu
Oalah, sepatah cinta tanpa sepatu, dulu

Pemijit buta terus bekerja
Meraba-raba yang luka dan tak luka
Lalu semua pori-pori terbuka
Lebih dari yang seharusnya

Datang angin dari depan dari belakang
Datang cinta yang dulu yang sekarang

Aku jatuh cinta sekeras penolakanku atasnya
Pada ranting dan padang pasirmu
Pada keras dan rapuhmu
Pada angin yang menghadirkan bau tubuhmu

Ini hanya perkara lama yang tak pernah selesai

2
Di Lhok Nga yang panas
dua butir telur
bersisihan dan kedinginan
: berkeras tak menetas

Gulungan ombak lemah
lelah mengulang kehilangan
lemas mengalungkan cemas
: tak ada yang bisa dipercaya. Percayalah
Sekalipun cinta sekalipun rumah

Tapi lihatlah
dua butir telur membenam dalam pasir
menanam kenyamanan yang hampir berakhir
hingga cinta?siapa bisa mematah sayapnya?lahir

Bahkan sisa-sisa rumah di sepanjang pantai ini
sama sekali tak mendebarkan bagi
: cangkang yang kadung lobang

Cinta tak pernah punya mata
Maka jatuhlah di tempat sama

3
Kepala ini membenturkan dirinya
Sekali dan keras sekali
Pada pintu kamarmu
: kebodohan menyusun tubuhnya kembali
ada yang bangun dan tak bisa tidur lagi

Kau melintas tanpa suara
Melindas seluruh drama
Pertunjukan yang tak kuandaikan
Berlangsung di kejauhan

“Cepat, temui aku di gudang itu
di mana dulu kau (pernah) membuatku sekarat!”

4
Di dekatmu aku mencium harum bayi
Meruap dari pori-pori kulitmu

Kuputuskan menjauh
Kauputuskan menjauh
Supaya tak ada yang celaka
tak ada yang terluka

Dan seluruh peristiwa
baik-baik saja-sepertinya

Sampai suatu saat kita terpaksa merapat
Tragedi itu tercipta lagi dengan cepat
Aku meraba-raba kelelahan di tubuhmu
Kau mencabuti uban di rambutku
?bocah-bocah tua bermain api masa lalu

Harus berakhir sebelum seluruhnya lahir

5
Apa kabarmu, lama aku tak menyentuhmu
Bercak putih itu
apa masih bertahan di jempol tanganmu

Kita sama menua di ruang yang sama
Cepat lupa dan tak waspada
Tak awas lagi pada logika
Padahal ada yang belum usai dan bahaya
: Kesepianku mengancammu
Larilah, jangan tidur di pangkuanku

Apa kabarmu, lama aku tak memelukmu
Racun putih itu
apa masih melekat di ujung bibirmu

6
kini ponselku sepi
tak ada sms yang menggetarkan lagi

Banda Aceh-Jogjakarta, 2006