Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peringatan! Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu - Puisi Karya Wiji Thukul
Wiji Thukul dan aktivis HAM Munir Thalib dalam sketsa warna karya Dewi Candraningrum dalam pameran di Yogyakarta, Maret 2015. (Ari Susanto/Rappler) | Berita Baru | Istimewa*

Peringatan! Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu – Puisi Karya Wiji Thukul



BAWASLIU Lombok Tengah

Berita Baru, Kolom – Wiji Thukul lahir dari keluarga penarik becak pada 26 Agustus 1963 di kampung Buruh Sorogenen, Solo.

Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo. Nama Widodo diubah menjadi Thukul oleh Cempe Lawu Warta, anggota Bengkel Teater yang diasuh oleh penyair WS Rendra. Wiji Thukul berarti biji tumbuh.

Setelah lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan di Jurusan Tari Sekolah Menengah Karawitan Indonesia, tapi tidak tamat, hanya sampai kelas II. Ia berhenti sekolah untuk bekerja agar adik-adiknya bisa melanjutkan studi.

Pekerjaan pertama Wiji Thukul adalah sebagai loper koran. Lalu ia menjadi calo tiket, dan tukang pelitur furnitur di perusahaan mebel. Ia juga mengamen puisi ke kampung dan kota-kota.

Wiji Thukul kemudian menobatkan diri sebagai pembela kaum buruh. Nama Wiji Thukul ada di barisan demonstran kedungombo, Sritex, dan sejumlah demonstrasi besar di Solo.

Wiji Thukul dikabarkan juga terlibat dalam pristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli.

Nama Wiji Thukul kemudian masuk diatara daftar orang-orang yang dinyatakan hilang dua bulan sebelum rezim Soeharto tumbang, 21 Mei 1998.

Berikut Dua Puisi Pilihan Karya Wiji Thukul:


Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu

apa gunanya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

di mana-mana moncong senjata

berdiri gagah

kongkalikong

dengan kaum cukong

di desa-desa

rakyat dipaksa

menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi

dengan harga murah

apa guna baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu


Peringatan!

jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

barangkali mereka putus asa

kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat berani mengeluh

itu artinya sudah gasat

dan bila omongan penguasa

tidak boleh dibantah

kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: lawan!


Source: berbagai sumber.